Entah sudah tradisi atau kutukan, membaca buku memang belum menjadi kebiasaan seperti menggosip dan korupsi. Bisa jadi juga orang jengah membaca buku karena nanti dikira sok-sok intelektual, atau kalau sekarang istilahnya pencitraan. Memang sekarang lagi nge-trend kalau orang mau berbuat baik apapun dibilang pencitraan, mau jujur dibilang pencitraan, mau berjuang membela yang tertindas dibilang pencitraan, mau melawan pejabat korup dibilang pencitraan. Tapi apapun kata orang, atau istilah Betawinya “ape lu kate” berdirinya Taman Baca Kesiman tak hirau dengan sindir nyinyir pencitraan itu. Sebuah langkah kecil membangun peradaban harus dikerjakan untuk mendorong arus perubahan zaman yang terus bergerak cepat.
Di Bali, memiliki ruang baca yang asyik untuk ditongkrongi memang masih menjadi barang mewah. Apalagi, tradisi membaca masih lemah dibanding tradisi jual tanah. Industri pariwisata yang demikian megah membuat banyak orang lupa daratan, sampai-sampai laut-pun mau dikeruk dan diurug (jadi ngelantur dikit nih ceritanya).