Taman Baca Kesiman

Entah sudah tradisi atau kutukan, membaca buku memang belum menjadi kebiasaan seperti menggosip dan korupsi. Bisa jadi juga orang jengah membaca buku karena nanti dikira sok-sok intelektual, atau kalau sekarang istilahnya pencitraan. Memang sekarang lagi nge-trend kalau orang mau berbuat baik apapun dibilang pencitraan, mau jujur dibilang pencitraan, mau berjuang membela yang tertindas dibilang pencitraan, mau melawan pejabat korup dibilang pencitraan. Tapi apapun kata orang, atau istilah Betawinya “ape lu kate” berdirinya Taman Baca Kesiman tak hirau dengan sindir nyinyir pencitraan itu. Sebuah langkah kecil membangun peradaban harus dikerjakan untuk mendorong arus perubahan zaman yang terus bergerak cepat.

Di Bali, memiliki ruang baca yang asyik untuk ditongkrongi memang masih menjadi barang mewah. Apalagi, tradisi membaca masih lemah dibanding tradisi jual tanah. Industri pariwisata yang demikian megah membuat banyak orang lupa daratan, sampai-sampai laut-pun mau dikeruk dan diurug (jadi ngelantur dikit nih ceritanya).

Untuk mengisi kekosongan idealisme dan realitas sempitnya ruang baca tadi, Taman Baca Kesiman hadir dengan konsep menjadi “kawan perubahan” yang nyata. Taman Baca Kesiman (selanjutnya disingkat TBK) mencoba meracik tempat baca supaya tidak identik dengan bayangan sebuah perpustakaan yang kaku dan serius. Suasana yang dibangun di TBK memang jauhk dari kesan suntuk apalagi sok-sok cerdas dan berwibawa. Yang jelas membaca itu bisa dibuat rileks dan menghibur bukan malah makin buat “pusing pala berbi” atau “pecah ndase”.

Desain lansekap di Taman Baca Kesiman memadukan beberapa unsur yang saling mendukung. Ruang perpustakaan dekat dengan dapur yang menyajikan kopi panas, minuman ringan dan makanan khas dan sedap. Ada kebun organik yang bebas bahan kimia dengan paduan pagar hidup dan lansekap lapangan rumput luas menghijau. Halaman rumput di belakang bisa dijadikan tempat panggung orasi, pemutaran film, pagelaran musik ataupun main bola.

Inisiatif dibukanya tempat ini oleh Agung Alit/Hani Duarsa juga memang berangkat dari keinginan mereka untuk dapat berbagi koleksi buku-buku mereka yang berjumlah ribuan untuk bisa juga diakses dan dibaca oleh siapapun terutama generasi muda.

Ciri khas dari koleksi buku di TBK adalah buku-buku kritis dan punya bobot yang tajam dan mendalam. Tema-tema buku yang ada sebagian besar adalah buku-buku sejarah, sosial, politik, otobiografi, sastra dan novel, karya-karya terjemahan, jurnal-jurnal ilmiah populer dan buku-buku langka yang sudah sulit ditemukan di pasaran.

Scroll to Top